(0362) 24754
dap@bulelengkab.go.id
Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah

Literasi, Perpustakaan, dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa

Admin dap | 18 Mei 2021 | 922 kali

DIKUTIP DARI : https://www.kompasiana.com/economist-suweca.blogspot.com/60915301d541df23bd1f3412/literasi-perpustakaan-desa-dan-peningkatan-kesejahteraan-masyarakat-lokal?page=4

Literasi. Kata yang satu ini belakangan semakin menguat saja. Pada banyak kesempatan, orang sering membahasnya, baik secara lisan maupun tertulis. Apakah ini pertanda kepedulian masyarakat kian menguat terhadap tumbuh-kembangnya praktik berliterasi di negeri ini? Apakah pembicaraan mengenai literasi berkorelasi positif dengan pelaksanaannya di lapangan? 

Kita tentu berharap ada korelasi positif, apalagi mengingat jumlah perpustakaan di negeri ini sudah cukup banyak, kendati peningkatan minat atau kegemaran membaca mesti terus dipacu.

 

 
 

 

Memaknai Literasi

Pada awalnya literasi dimaknai hanya sebagai kemampuan membaca dan menulis. Sebuah pemaknaan yang sempit atau terbatas.

Dalam maknanya yang lebih luas, literasi menyangkut aspek yang lebih dari membaca dan menulis. Pengertian literasi dalam arti luas adalah kemampuan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah dalam tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 

 

 

Berangkat dari pengertian itu, literasi memiliki tahapan-tahapannya. Terdapat 4 tahapan atau tingkatan dalam berliterasi, dari  mulai mengakses informasi sampai dengan yang sudah memiliki kematangan di dunia literasi. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, kemampuan mengakses sumber informasi.

Inilah tingkat pertama dari literasi. Pada tingkatan ini, orang diharapkan bisa mengakses sumber informasi atau pengetahuan. Hal ini penting karena menjadi prasyarat untuk meningkat ke tahapan literasi berikutnya.

Bagaimana kemampuan akses (ability to access) masyarakat kita terhadap sumber informasi, terutama buku? Apakah buku-buku yang tersedia dapat diakses dengan mudah dan cepat? Inilah persoalannya.

Terhadap hal ini, ada dua persoalan yang mesti dijawab berkaitan dengan sumber buku dimaksud. Yang pertama adalah buku konvensional (cetak). Apakah perpustakaan bisa dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, misalnya perpustakaaan sudah tersebar luas: ada di desa, di sekolah, dan lainnya.

Yang kedua, jika berupa e-library, apakah masyarakat bisa mengaksesnya dengan mudah? Terkait ini, ketersediaan internet yang stabil adalah hal yang mendasar yang harus terpenuhi. Tanpa internet, tidaklah mungkin orang bisa mengakses perpustakaan digital.

Dengan demikian, terdapat dua fasilitas yang seyogianya disediakan, yaitu perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital yang bisa diakses dengan mudah.

 

 

 

Kedua, kemampuan memahami bacaan.

Misalkan saja, perpustakaan konvensional dan digital, sudah tersedia. Pertanyaannya berikutnya adalah, bagaimana dengan kemampuan memahami isi teks atau bacaan?

Tingkat pemahaman masyarakat dalam hal ini tentu sangat bervariasi. Mulai dari yang baru mulai belajar berliterasi hingga mereka yang sudah memiliki tingkat literasi yang tinggi.

 

 

Yang baru belajar berliterasi, misalnya, ia masih belum banyak memahami teks seperti makna kata, ungkapan atau kalimat dalam bacaan.

Salah satu penyebabnya adalah karena keterbatasan kosa-kata pada si pembaca. Pembaca seperti ini perlu belajar untuk memahami isi bacaan  dengan lebih baik.

 

Ada juga yang telah memiliki kemampuan literasi yang baik. Yang terbanyak dalam kelompok ini adalah kaum terpelajar yang sudah terbiasa berliterasi dalam kehidupannya sehari-hari.

Kelompok ini lekas paham dengan apa yang dibaca atau disimak. Salah satunya, karena kemampuan berbahasa yang baik, terutama dalam menyerap makna teks tertulis dengan dasar pikiran logis dan kritis.Ketiga, kemampuan menulis.

Kemampuan menulis adalah kemampuan lanjutan dalam berliterasi. Tidak lagi hanya bisa memahami apa yang dibaca dengan mudah, juga memiliki kemampuan menulis.

Kemampuan menuangkan gagasan ke dalam format tertulis dengan baik menandakan kemajuan dalam berliterasi.  Semakin banyak orang mencapai tingkatan ini, semakin banyak pula karya tulis yang tercipta.

 

 

 

Di media massa cetak dan online, misalnya, penulisnya tidak lagi hanya itu-itu saja, melainnya ada banyak penulis yang tampil dengan berbagai karya ciptanya.

Buku-buku yang dihadirkan pun semakin bertambah kuantitas dan semakin baik kualitasnya. Pada saat kontribusi mereka yang aktif pada level ini kian banyak, maka masyarakat tidak akan kekurangan sumber bacaan.

Masyarakat akan jauh lebih mudah mendapatkan buku. Ini menjadi sebuah kemajuan yang sangat berarti bagi pengembangan literasi di tengah-tengah masyarakat.

 

 

Para penulis aktif banyak bermunculan dengan karya-karya mereka. Mereka menulis banyak artikel, buku, dan produk informasi lainnya.

Kegemaran membaca masyarakat pun tumbuh sedemikian rupa sejalan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas buku yang bisa diakses dengan mudah oleh pengguna.

Keempat, peningkatan kesejahteraan.

 

 

Setelah literasi mewujud dengan meningkatnya pengetahuan pembaca, apakah berhenti sampai di situ saja? Tentu saja tidak! Kehadiran buku tidak melulu bermuara pada peningkatan pengetahuan masyarakat

Pada literasi tingkatan ini, tantangannya adalah bagaimana agar buku-buku itu  bisa menjadi sarana dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pembaca.

Di sinilah tantangan terbesarnya: membuat keterkaitan positif kegiatan membaca buku dengan kesejahteraan masyarakat. Jika ini tercapai, jumlah masyarakat dengan kegemaran membaca akan maju lebih pesat.

Persoalan yang acapkali mengemuka adalah tentang manfaat nyata dari kegiatan membaca. Kegiatan membaca berdampak pada meningkatkan pendapatan masyarakat, inilah yang diidam-idamkan.

 

 

 

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Pada perpustakaan desa (village library), perlu disediakan buku-buku yang bersifat how to:  bagaimana melakukan sesuatu. Buku-buku yang mengarah pada keterampilan. Jenis buku seperti inilah yang seyogianya disediakan lebih banyak.

Misalnya, bagaimana membuat kripik ketela, bercocok tanam dengan pola hidroponik, teknik merajut, memelihara tanaman hias, bisnis online, dan sejenisnya.

Buku-buku yang diadakan atau disediakan hendaknya relevan dengan kebutuhan real masyarakat lokal. Setiap kali pengadaan buku, mesti dipikirkan buku seperti apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat.

 

 

Melalui buku-buku seperti itu, masyarakat bisa membaca dan mencoba mempraktikannya. Dari situ diharapkan keterampilan mereka pada bidang yang disukainya bisa terwujud.

Praktik bisa dilakukan langsung di perpustakaan atau di tempat lain yang dipilih. Yang terpenting, keterampilan dan produktivitas masyarakat bisa meningkat setelah membaca dan mempraktikkan isi buku. Dengan bekal keterampilan itu diharapkan masyarakat lebih produktif berkarya sehingga menambah penghasilan mereka.

Peningkatan kesejahteraan adalah tujuan tertinggi dari kehadiran perpustakaan desa dengan berbagai jenis buku di dalamnya. Kesejahteraan masyarakat adalah goal-nya.

(I Ketut Suweca, 4 Mei 2021)